Arti & Penggunaan Layak: Perbedaan Istilah Pelantikan dan Peneguhan dalam Organisasi Gereja

Dalam kehidupan organisasi gereja, termasuk pembentukan kepanitiaan atau struktur pelayanan lainnya, istilah yang kita gunakan—“pelantikan” atau “peneguhan”—bukan sekadar soal bahasa, melainkan soal bagaimana kita memandang tugas pelayanan itu sendiri. “Pelantikan” biasanya dimaknai sebagai proses resmi pengangkatan seseorang ke dalam jabatan tertentu, dilaksanakan secara formal, bahkan administratif. Sebaliknya, “peneguhan” menekankan dimensi spiritual: pengesahan dan pengutusan dalam semangat panggilan pelayanan. Adanya perbedaan ini penting agar dokumen resmi dan liturgi gereja tidak sekadar menyerupai lembaga sekuler, tapi mencerminkan semangat rohani sejati: bahwa pelayanan adalah bentuk panggilan dari Tuhan.
Penggunaan istilah “pelantikan” pada kepanitiaan gereja bisa diterima jika terjadi dalam konteks formal dan publik. Misalnya: “Majelis Jemaat GKI Ekklesia melantik Panitia Natal 2025 dalam ibadah Minggu pagi sebagai bentuk pengakuan resmi atas tugas pelayanan mereka.” Namun, apabila hanya dilakukan sebagai peneguhan rohani, tanpa nuansa birokratis, istilah seperti “peneguhan panitia” atau “pengutusan panitia” lebih cocok karena menekankan bahwa tugas tersebut adalah amanah dan panggilan dari Tuhan.
Contoh nyata ditemukan dalam tata gereja GPIB: setelah katekisasi, calon anggota jemaat menerima Peneguhan Sidi—bukan pelantikan—karena ini adalah pengakuan iman dan pengesahan secara rohani agar mereka bisa ikut serta dalam Perjamuan Kudus . Begitu pula dalam GKI, terdapat tata ibadah khusus untuk peneguhan pendeta tugas khusus Sinode wilayah, yang mencakup penumpangan tangan dan Piagam Peneguhan, menunjukkan makna rohani dan pengakuan imamat, bukan sekadar formalitas administratif.
Secara teologis, Sinode GMIT juga membedakan antara jabatan pelayanan (seperti pendeta, diaken) dan jabatan keorganisasian (seperti pengurus komisi). Jabatan pelayanan ditahbiskan atau diteguhkan dalam proses pelayanan rohani, sedangkan jabatan keorganisasian—seperti pengurus komisi—memang dilantik, tetapi tetap diiringi doa dan komitmen rohani. Ini menunjukkan bahwa gereja menekankan peneguhan rohani bagi jabatan pelayanan, dan pelantikan dengan nuansa rohani bagi jabatan keorganisasian.
Berdasarkan dokumen-dokumen resmi Sinode (GPIB, GKI, GMIT), jelas bahwa istilah peneguhan digunakan untuk pengesahan jabatan dalam pelayanan rohani (seperti sidi, pendeta), sementara pelantikan digunakan untuk jabatan administrasi atau organisasi yang tetap diiringi dengan liturgi gerejawi, doa, dan penegasan komitmen. Ini bukan semata soal pilihan kata, melainkan pemahaman mendalam bahwa pelayanan di gereja adalah kesaksian iman, bukan sekadar posisi struktural. Dengan memilih istilah yang tepat, gereja menegaskan bahwa setiap jabatan bukan sekadar tugas formal, tetapi panggilan pelayanan dalam tubuh Kristus.