DINAMIKA TATA RUANG DAN KONFLIK DI TANAH PAPUA: Analisis Urbanisasi dan Kepentingan Proyek Strategis Nasional (bag.2)

Bagian 2: "Kepentingan Nasional" yang Terselubung: Sumber Daya, Keamanan, dan Fragmentasi
Abstrak
Artikel bagian kedua ini mendalami interpretasi kritis terhadap “kepentingan nasional” dalam konteks pemekaran wilayah Papua. Dengan menganalisis pandangan intelektual dan masyarakat adat, bagian ini mengungkap dugaan motif terselubung di balik kebijakan pemekaran, meliputi akses eksploitasi sumber daya alam, penguatan kehadiran keamanan/militer, serta strategi fragmentasi untuk melemahkan perlawanan rakyat Papua.
Pendahuluan
Di Tanah Papua, narasi resmi pemerintah yang mengusung “kepentingan nasional” dalam setiap kebijakan pemekaran wilayah seringkali disajikan dalam bingkai pemerataan pembangunan, peningkatan kesejahteraan, dan penjaminan stabilitas keamanan. Namun, bagi sebagian besar masyarakat adat, aktivis hak asasi manusia, dan kalangan intelektual Papua, narasi ini tidak selalu diterima secara utuh. Sebaliknya, seringkali muncul pembacaan yang lebih kritis, yang mengindikasikan adanya motif-motif atau kepentingan-kepentingan terselubung yang jauh lebih kompleks di balik kebijakan-kebijakan tersebut. Motif-motif ini, menurut mereka, tidak selalu selaras dengan kepentingan fundamental masyarakat adat dan kelestarian lingkungan.
Bagian kedua dari artikel ini akan menggali lebih dalam interpretasi alternatif dari apa yang disebut “kepentingan nasional” di Papua. Kami akan menelusuri kekhawatiran mendalam yang disuarakan oleh berbagai pihak, mulai dari isu eksploitasi sumber daya alam yang masif, penguatan kehadiran aparat keamanan dan militer yang dianggap berlebihan, hingga dugaan adanya strategi fragmentasi yang bertujuan untuk melemahkan persatuan dan gerakan perlawanan rakyat Papua. Melalui analisis ini, kami berharap dapat membongkar lapisan-lapisan pemahaman yang berbeda mengenai tujuan sebenarnya di balik kebijakan pemekaran, serta dampaknya terhadap dinamika sosial, ekonomi, dan politik di wilayah yang kaya namun rapuh ini.
Interpreasi Kritis terhadap “Kepentingan Nasional”
- Akses untuk Eksploitasi Sumber Daya Alam:
- Motif Utama: Banyak pihak, termasuk LBH Papua dan berbagai organisasi lingkungan, menduga bahwa pemekaran adalah strategi utama untuk mempermudah dan memperluas akses bagi korporasi besar, baik nasional maupun multinasional, khususnya di sektor pertambangan (mineral), perkebunan (kelapa sawit), dan kehutanan.
- Argumentasi: Pembagian wilayah menjadi unit-unit administratif yang lebih kecil diduga bertujuan untuk mempermudah proses perizinan dan “pembebasan” lahan di tingkat lokal. Selain itu, penempatan ibu kota provinsi baru seringkali strategis, yaitu dekat dengan area-area yang memiliki potensi ekonomi ekstraktif besar.
- Contoh Implikasi: Risiko penggusuran masyarakat adat dari tanah ulayat mereka dan peningkatan konflik agraria akibat perebutan lahan.
2. Kepentingan Keamanan dan Militeristik:
- Penguatan Kehadiran Militer: Pemekaran wilayah dipandang sebagai justifikasi yang kuat untuk meningkatkan jumlah personel dan fasilitas militer/polisi (pembentukan Kodam, Polda, dan Polres baru) di Papua, terutama di daerah-daerah yang rawan konflik atau memiliki potensi sumber daya.
- Penanganan Konflik vs. Pengamanan Investasi: Meskipun narasi resmi mengklaim upaya ini untuk penanganan konflik dan menjaga stabilitas, ada dugaan kuat bahwa keberadaan militer yang masif juga berfungsi sebagai pengamanan investasi dan menciptakan kondisi “kondusif” bagi korporasi.
- Dampak pada Masyarakat Sipil: Peningkatan kehadiran militer seringkali berkorelasi langsung dengan meningkatnya rasa takut, terjadinya gelombang pengungsian, dan dugaan pelanggaran HAM yang dilaporkan oleh berbagai lembaga.
3. Fragmentasi dan Pelemahan Gerakan Rakyat Papua:
- Strategi “Pecah Belah dan Kuasai” (Divide et Impera): Pemekaran dipandang sebagai upaya sistematis untuk memecah persatuan OAP dan melemahkan gerakan politik yang menuntut hak-hak politik yang lebih luas atau penyelesaian akar masalah di Papua.
- Pengalihan Fokus: Kebijakan ini diduga mengalihkan perhatian publik dari isu-isu fundamental seperti diskriminasi, marginalisasi, dan kegagalan implementasi Otsus yang dinilai tidak efektif sebelumnya.
- Pembentukan Faksi Lokal: Potensi munculnya kompetisi antar elite lokal di daerah-daerah baru yang dapat mengurangi solidaritas politik dan melemahkan suara kolektif OAP.
4. Dominasi Non-Papua dan Marginalisasi OAP:
- Perubahan Demografi: Kekhawatiran besar muncul terkait potensi dominasi Aparatur Sipil Negara (ASN) non-Papua di struktur pemerintahan daerah baru. Selain itu, program transmigrasi (baik dari luar maupun lokal) dikhawatirkan akan mengubah komposisi demografi Papua secara signifikan.
- Ancaman terhadap Budaya dan Bahasa: Perubahan demografi yang cepat ini berpotensi mengancam kelestarian bahasa, tradisi, dan nilai-nilai budaya asli masyarakat adat.
5. Kegagalan Otsus yang “Dicuci Tangan”:
- Pengalihan Tanggung Jawab: Pemekaran dianggap sebagai cara pemerintah pusat untuk “mencuci tangan” dari kegagalan implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) yang dinilai tidak efektif dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua. Daripada mengevaluasi dan memperbaiki Otsus, pemerintah memilih jalur pemekaran.
Kasus Intan Jaya dan Blok Wabu: Sebuah Ilustrasi Nyata
Bagian ini akan menggunakan kasus Intan Jaya dan potensi Blok Wabu sebagai ilustrasi konkret bagaimana motif-motif terselubung ini bekerja dalam praktik:
- Potensi Sumber Daya: Penjelasan singkat mengenai Blok Wabu sebagai salah satu cadangan emas terbesar yang menarik perhatian investasi.
- Peningkatan Konflik: Analisis korelasi antara memanasnya isu Blok Wabu dengan peningkatan konflik bersenjata di Intan Jaya sejak sekitar tahun 2019.
- Peran Militer: Pembahasan peran militer dalam mengamankan daerah tersebut, membandingkan klaim resmi (menjaga stabilitas) dengan kritik (peningkatan pasukan, operasi keamanan yang berujung pada pengungsian dan dugaan pelanggaran HAM).
- Dugaan “By Design” dalam Penembakan: Diskusi mengenai spekulasi bahwa konflik dan penembakan yang terjadi sengaja diciptakan atau dipelihara untuk:
- Mengusir masyarakat adat dari tanah ulayat mereka (pengosongan lahan) untuk mempermudah akses investasi.
- Menjustifikasi pengerahan militer yang masif (pengamanan investasi terselubung).
- Memuluskan jalan bagi investasi tambang dengan kondisi yang dianggap “kondusif” bagi investor.
Kesimpulan Bagian 2
Bagian kedua ini menegaskan bahwa “kepentingan nasional” dalam konteks pemekaran Papua memiliki dimensi yang lebih dalam dan multidimensional. Hal ini diinterpretasikan oleh banyak pihak sebagai sebuah upaya sistematis untuk mengamankan akses terhadap sumber daya alam, memperkuat kontrol keamanan, dan memfragmentasi kekuatan politik Orang Asli Papua. Kasus Intan Jaya dan Blok Wabu menjadi studi kasus yang kuat untuk memahami implikasi konkret dari dugaan “by design” ini terhadap masyarakat adat dan dinamika sosial-politik di wilayah tersebut. (bersambung bagian 3 Urbanisasi Terstruktur dan Solusi bagi Masyarakat Adat).
#SAPAPUA #SATABI